Selasa, 30 Juni 2009

Terapis dan Tarbiyah Dzatiyah

Seiring waktu semakin banyak insan yang tercerahkan untuk memperbaiki diri dalam pemahaman pengobatan yang alami dan ilmiah. Cukupkah obat yang alami dan ilmiah saja, tidak! ada unsur ilahiyah yang tidak bisa dilepaskan . Syarat kesembuhan ada beberapa hal bermula dari keyakinan kepada Asyafi (Allah Yang Maha Penyembuh), tiap penyakit pasti ada obatnya, Allah yang memberi sakit-Allah juga yang akan menyembuhkan. Kedua, dosis yang sesuai dengan kebutuhan tubuh si "sakit" berpijak pada berat badan. Ketiga, istiqamah-berkelanjutan, tidak masalah berapa banyak "makanan jadi obat dan obat jadi makanan" yang kita konsumsi selama produk itu alami dan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan termasuk kehalalan-kethayyibannya. Bila langkah pertama yakin kepada Allah yang Maha Menyembuhkan, kedua selalu disesuaikan dosisnya dan ketiga terus menerus dikonsumsi karena obat alami bersifat konstruktif, berproses lama tapi tanpa efek samping. Maka yang terakhir atau keempat adalah tawwakalalallah, berserah diri kepada Allah dengan penuh kepasrahan sebagai hamba yang lemah.
Menyadari hal ini perlu dipahami bersama, bahwa terapis-pengobat dan pasien perlu membersihkan diri dengan banyak bertaubat atas segala dosa dan bertekad tidak akan mengulangi kesalahan atau dosa dan benar-benar tidak melakukan dosa-dosa hatta dosa kecil yang oleh banyak orang selalu diremehkan. Siapa lagi yang akan memperbaiki diri kita kalau bukan orang lain tentunya kita sendiri. Perbaikan terus menerus akan membawa kepada kita untuk mudah memahami segala amalan dan keikhlasan sehingga kita akan bersungguh-sungguh dengan segala kemampuan dan pengorbanan yang tak terkira. Insyaallah, kita akan mampu menyembuhkan diri kita bahkan orang lain, Innallah ma'ana. Yo! Kita mentarbiyah diri !

Senin, 29 Juni 2009

Dulu Sampe Sekarang (Yang Dingat & Bisa Ditulis)

Saya bangga setiap jelang Idhul Fitri disuruh babe mendistribusikan zakat fitrah ke emak lime (halimah, Nyai mure (Murani), Nyai ejum (Jumilah), Nyai Saja dan banyak nyai-nyai (nenek jompo, hidup dirumah sepetak berlantai tanah dan tidur dibale-bale, saya tau nama-nama asli lengkap mereka karena senang ngobrol bahkan ternyata setelah lihat photonya, dulunya mereka cuantikk-cuannntikk). Lucunya giliran saya bawain daging kambing atau kebo(kerbau) baik yang mentah ataupun yang udah disemur, mereka pada nolak, kecuali Nyai Saja. Loh kok cuma nyai Saja yang mau? Alkisahnya begini..., setiap jelang idhul adha(hari raya qurban) dari anak-anak lakinya abi-ummi( saya diikuti 3 orang adik memanggil sebutan itu pada ortu sedangkan abang-kakak tetap memanggil baba-emak!) hanya saya yang senang menggembalakan domba yang dititipkan mudohi (pequrban) kepada abi, kadang2x bisa 20 domba dititipkan dirumah saya, pagi digembalakan di lapang rumput atau sawah kering di belakang rumah, sorenya dicancang (diikat disetiap pohon rambutan, kecapi, jambu, nangka, rukem, mengkudu, kelapa dll yang banyak tersebar di halaman belakang rumah). Seringkali tanpa saya sadari ketika domba gembalaan semakin jauh merumput hingga menyebrangi jalan raya dan biasanya domba-domba senang berlama-lama merumput di pekarangan rumah nyai Saja yang luas dan saya mendengarkan dongeng masa mudanya nyai diiringi angin sepoi2 sehingga say lelah tertidur pulas dibale depan rumah nyai, ketika bangun saya menjerit kaget dan sakit karena kulit lengan, kaki atau badan pas bertelanjang dada, terjepit hamparan bale yang terbuat dari bambu belah yang dipeprek (diratakan). Nyai Saja tertawa lepas dengan mulut berjampu merah karena masih penuh dengan sirih. Saya meringis sakit, tambah meringis ketika beliau menciwit (mencubit pelan seketika) dan akhirnya ha...ha... ha... kita tertawa bareng. Katanya, kamu lebih lucu, pintar dan menggemaskan dibandingkan cucu-cucunya dari anak kandungnya sendiri. Karena itu dengan susah payah beliau mengunyah daging semur masakan ummi (ummi menyangka kalau diberi daging mentah,nyai-nyai itu menolak karena tak mampu memasak atau tidak ada bumbu atau lainnya karena itu oleh ummi setelah daging dilunakkan dengan getah pepaya, diolah dan lalu disemur).

Terusin lagi nih cerita jadul saya sendiri...

Juara umum di SD Larangan, nyaris jadi pecundang di SMPN 19 Jakarta apalagi di SMAN 70 Jakarta kerjaanya "cabut melulu" kalo ngga ada kegiatan extrakuler yang asyik (dulu ikutan Rohis, Sisgahana, Pramuka dan Young Red Cressent-PMR 70)."Cabut" sepekan sekali setiap sabtu sebelum pelajaran usai karena mengejar naik angkutan umum biarrr ngga kemalaman ke Bandung-Garut (Gn.Papandayan, Gn.Cikuray, Pelabuhan Pameungpeuk-Santolo, Pantai Sayang Heulang nan perawaaan) atau ke Majalengka-Kuningan (Gn.Ciremai) ke Bogor (Gn.Salak, Sukamantri-Cinangka, caving di Cigudeg) ke Sukabumi-Cianjur (Gn.Gede Pangrango-Situ Gunung, Cisolok-Pelabuhan Ratu, Gunung Halimun), Pandeglang-Serang (Gn.Karang) dan pernah ke Yogyakarta-Sleman (Gn.Merapi) atau nyebrang ke Sumatera (Gn.Sukmailang, Gn. Tanggamus, Pantai Terbaya, Teluk Semangka, Lampung).
Lulus dari 70 Bul's, kuliah di Akademi Kehutanan (AIK) & Sosektan UNPAD Bandung, kerja di Resort Hutan Gombeng, Banyuwangi, di HPH Pangkalan Bun lalu ke Taman Nasional Bukit Barisan di Kota Agung, Lampung. Tahun 96 menikahi bidadari dunia cantik jelita asal Cimanuk, Pandeglang. Setahun bobogohan setelah menikah (umumnya insan dunia, pacaran dulu baru nikah) ...baru bisa malam pertama. Setiap pindah rumah kontrakan anak lahir berturut-turut selang dua tahun. Sekarang udah lama ngga pindah2 rumah kontrakan, anak segitu2 aja ngga nambah,wallahu 'alam.Tinggal di Kawasan Bandung Utara (KBU), Alhamdulillah cai herang ngocor sorangn, seur lalapan hejo & lauk-sapi-domba-kelinci-jagung bakar dll. Kesibukan sehari-hari sbg manajer pemasaran usaha Fitrah Madu Asli, bekam dan herbal hutan asli.
Apalagi nih memoar yang mesti saya tuliskan...Tunggu saja!

Selanjutnya ikuti... !!!
Mengapa saya menjadi terapis? Bagimana mengenali Madu Asli? Testimoni Para Pengamal Madu dan Bekam. Dan tulisan lepas saya tentang Fitrah Healing yang dasyat perlu dipahami bersama sesuai tuntutan fitrah tubuh kita...

Minggu, 21 Juni 2009

Tuan Haji Ismail bin Ahmad, Tuan Guruku


Medio Mei 2002 Mencerahkan Diri dan Keluarga, sepekan usia Tsalitsa anak ketiga kami lahir, Faishal Abdurrahman (2,5 thn) anak kedua kami sakit, sepertihalnya terjangkit DBD, bintik-bintik merah tetapi tidak demam panas dan muncul biru lebam di kedua lengan dan sebagian depan-belakang tubuhnya seperti bekas terbentur atau terpukul benda keras. Sehari, dua hari saya tak lagi menginterogasi kakak dan ibunya apakah suka mencubit dan memukul Faishal? Jawaban jujur mereka memang terjawab pada hari ke-3 saat darah keluar dari hidung dan dubur Faishal ditambah dengan semakin banyaknya bintik merah dan biru lebam di seluruh tubuhnya. Dokter rumah sakit memvonis anakku kelainan trombosit (ITP), saat itu trombositnya merosot drastis 20.000 yang seharusnya 150.000. Loh! Ternyata diruang perawatan banyak juga pasien penderita ITP seperti anakku, bahkan mereka sudah ada yang lebih dari tiga pekan dan di antaranya sudak diperiksa sumsum tulangnya. Beberapa hari sudah 8 labu trombosit ditranfusikan ke tubuh anakku, kenaikannya tidak signifikan hanya 50.000 saja. Prednison, igastum dsb sudah rutin diminumnya hanya efek samping yang dirasakannya.
Alhamdulillah atas izin Allah saya berjumpa dengan Tuan Haji Ismail Bin Ahmad seorang juru da'wah(da'i), thabib dan pengusaha herbal sukses. Tiga hari dua malam saya mengikuti pelatihan pengobatan alamiah, ilmiah dan ilahiyah dengan beliau di gegerkalong hilir, Bandung pada pertengahan Mei 2002, pada kesempatan makan siang bersamanya saya mencurahkan kesyukuran saya atas kebersamaan dengannya yang mencerahkan sekaligus mengungkapkan kegundahan hati karena selama pelatihan pengobatan saya harus meninggalkan anak saya yang belum kondisi stabil-aman trombositnya.
Sungguh mencerahkan dan menenangkan bahasan jawaban beliau yang ilmiah dan ilahiyah.

"Menurut pemahaman dan pengalaman saya, anak tuan mengalami peradangan pada darah, perkuat limfa-nya cegah untuk dioperasi. Rabbana Maakhalaqta hadza bhaatila... Yang Tuhan ciptakan di alam ini tak ada yang sia-sia (semua bermanfaat). Bila tuan memiliki madu dan antanan dirumah, alangkah elok dua sendok madu digelas ditimpakan rebusan antanan(pegaga), bismillah, likulli daa'in dawaa'un, insyallah anak tuan akan sembuh"

Ahad siang setelah dari Jum'at dan Sabtu saya belajar banyak menjadi muslim sejati, berdzikir tak lepas dari diri terutama pada pagi dan petang dan tengah malamnya mengiba-menangis dan men-tadzkiyah hingga jelang fajar karena katanya lagi pada kuliah shubuh "kesembuhan datang dari Allah, sepatutnya sang pengobat harus dekat kepadaNya dan menjauhkan diri dari kesyirika, teruslah mentarbiyah diri dengan sabar dan tawakal" kembali kerumah segera. Iya! Segera saya berusaha mengikuti advis beliau tanpa celah, Alhamdulillah Senin pagi diberikan minuman rebusan pegaga campur madu, selasa, rabu...sepekan pada senin siang saya bawa Faishal ke laboratorium di jalan riau, Bandung, trombositnya anak saya mencapai 130.000. Subhanallah tanpa ragu saya sujud syukur kemudian beberapa hari kemudian terbang ke Perlis, Malaysia untuk belajar lebih lama mengembangkan pemahaman pengobatan secara mendasar dan komplementernya. Sertifikat 'Itiraf (sumpah) sebagai pengamal dan pengobat madu, bekam, herbal, psikologi pengobatan dan sebagainya diberikan kepada saya dan konsentrasi usaha saya pindahkan pada pengembangan madu dan herbal terutama antanan (pegaga) sebagai makanan rutin kami di rumah dan pengobatan bagi pasien-pasien yang berkunjung.
Semoga menjadi jalan keberkahan bagi kami dan anda yang membaca dan mengamalkannya. Wallahualam bishawab.