Minggu, 04 April 2010

Keseharian Sang Elite Negeri Yang Tidak (Perlu) Dipublikasikan Media

Lantunan dzikir mutlak yang mengalir penuh terucap dalam setiap tarikan nafas berulangkali mereka lakukan pada pagi-petang dalam wirid kubronya. Kehidupan dunia yang penuh fitnah dan melenakan menjadikan dirinya berusaha tak lepas dalam gerakan mendekat kepada Allah minimal tak lepas dari garis orbit sunnatullah. Bergerak dan terus bergerak dalam arahan dan berusaha mengikuti kehendak ALLAH, membina dan terbina dalam setiap kesempatan yang terjadwal walau kesibukan dalam amanah jabatan publik semakin menjerat dirinya.

Simak saja obrolan lepas sang ajudan dengan pejabat RI sekian ini (semasa menjabat ketua lembaga tinggi negara) dalam perjalanan dari rumah pribadi di pinggiran Timur Jakarta dengan menggunakan mobil pribadi Toyota Kapsul tahun 2005 akhir, menuju rumah dinas di komplek Widya Candra.

"...Bagaimana akhi (saudaraku) liburan akhir pekan kemaren...?" Sang Pejabat membuka obrolan.

"euu...Alhamdulillah pak, kemaren seharian dengan keluarga silaturrahim ke Tangerang" Sang ajudan sempat terkejut karena tiba-tiba orang yang dikawalnya menepuk pundak dan menyapa dirinya padahal tadi saat ia beberapa mencuri pandang terlihat sang pejabat selalu sedang khusyu tilawah qur'an.

"...Ooo! ke rumah orang tua antumkah...?

"Betul tadz...eh pak! Maaf pak...!" Ia merasa bersalah telah memanggil ustadz kepada pejabat yang merupakan doktor (S3) lulusan Madinah University ini.

"Ngga apa...! Bahagianya keluarga antum dan anak-anak ketemu neneknya. Mudah-mudahan saya dan keluarga bisa segera menengok neneknya anak-anak di Klaten!"

"Amin...! Eu...Maaf pak bila berkenan boleh saya bertanya...?" Dari dulu ia ingin mencari jawaban kepenasarannya dan sekarang ada keberanian dirinya untuk bertanya langsung.

"Silakan...Tafadhal ya akhi...!"

"Maaf pak, setiap ada kesempatan saya memperhatikan bapak membaca Al Qur'an sampai berjuz-juz dan bila perlu sebetulnya bapak tidak perlu memegang kitab karena bapak sudah hafal qur'an... sekali lagi maafkan saya pak!"

"Akhi! Amanah jabatan sekecil-setinggi apapun harus kita sikapi dengan terus mendekat kepada-NYA. Dan semakin tinggi jabatan semakin besar fitnah-ujiannya! Karena itu kita ikhtiarkan bersama semakin banyak dan sesering mungkin kita khatam qur'an sesuai kemampuan-kesempatan yang ada. Walau hafal qur'an tak salah toh kita membaca dari kitab sucinya langsung, banyak ulama salaf mengatakan itu lebih utama !!!"

"Subhanallah...!!!" Hanya anggukan halus berulang yang bisa dilakukan sang ajudan ketika terlihat di muka gerbang penjaga Komplek Widya Candra menghormat kepada mereka.

Kisah lainnya adalah kebiasaan seorang pejabat nomor satu di provinsi sebelah Barat Jawa (bukan paling barat, semoga saja nanti menyusul). Seperti biasa sebagaimana pejabat sebelumnya sebagai komisaris perusahaan milik daerah propinsi, tapi tak biasa bahkan luar biasa awalnya bagi para pejabat perusahaan itu ketika sang gubernur pertamakali mengunjungi kantor pusat perusahaan tersebut. Selesai beraudiensi dengan para direksi, bersalaman dan menyapa beberapa karyawan, sang gubernur mohon pamit tetapi dengan hormat di tahan sebentar dan dimohon menandatangani sesuatu serta bersedia menerima amplop berisi uang.

Masya Allah! Jumlahnya lumayan besar untuk sekali berkunjung. Dalam benak sang gubernur, inikah yang membuat para elite politik atau tokoh masyarakat bila tak pandai-istiqamah meluruskan niat dan tujuan, mereka berebut menjadi gubernur provinsi? Bagaimana dengan bupati dan walikota yang memegang penuh wilayahnya di era otonomi daerah sekarang ini? Ada yang sudah dua periode menjabat tapi tak mampu mengurus daerah aliran sungai (DAS), mengelola potensi daerah sehingga mampu mensubsidi rakyat miskin dan terkena bencana berulang kali bahkan terlihat benar mempolitisasi birokrat sampai ke pedesaan-kelurahan dan bila perlu melanjutkan estafet "kegagalannya" dengan mengusung anak-menantunya untuk... Melanjutkan!!!

"Apa ini...maaf ini untuk siapa?" Sang gubernur bertanya pada direksi.

"Sudah biasa Pak Gubernur seperti pejabat sebelumnya , sebagai komasaris bapak berhak atas uang ini!"

Dengan sedikit gemetar mengawali pengalaman ini, sejenak sang gubernur berpikir bijak-cermat.
"Baik! Saya terima pemberian ini dan simpan oleh direksi untuk disumbangkan nanti bagi yang memerlukan!"

Setelah sekian lama menjabat dan semakin memahami bagaimana perilaku dan kebiasaan administratif yang berlaku dengan berlindung kepada Yang Maha Kuasa, ia akan memprogramkan terjun langsung ke wilayah selatan propinsinya yang jauh tertinggal dengan wilayah utara dengan bekal "amplop-amplop" sekaligus yang memegang dan membawanya nanti adalah para pejabat langsung masing-masing perusahaan daerah tersebut.

"Assalamu'alaikum...!" Sapa seseorang berikut rombongannya kepada seorang bapak berusia setengah umur yang sedang sibuk membersihkan pelataran masjid.

"Kumaha bapak damang...janten pengurus didieu pak?"

"Smuhun, betul pak...saya satu-satunya pengurus masjid ini, dari mana mau ke mana bapak dan rombongan?"

"Kami sedang jalan-jalan menyusuri jalan raya pesisir selatan ini pak, bolehkah saya beserta rombongan sejenak shalat dan beristirahat di masjid ini pak?"

Setelah shalat dan memperhatikan kondisi masjid yang banyak mengalami kerusakan di sana-sini, sang gubernur kembali mengajak berbicara bapak tersebut dan memanggil salah satu pejabat perusahaan daerah terbesar dalam perolehan laba.

"Bapak Pulan tolong dicek masih ada beberapa "amplop" lagi yang bisa kita berikan untuk membantu renovasi masjid dan kesejahteraan hidup bapak ini ?"

"Maaf bapak ini siapa...Menak dari mana?" Sang pengurus masjid merasa ada hal istimewa dengan beberapa mobil yang berbaris di sisi jalan dan rombongan yang tak biasa ia lihat.

"Bapak ini bantuan dari gubernur untuk bapak dan renovasi masjid, mohon bapak menerima uluran tangan beliau dan masyarakat-jamaah masjid ikut menyaksikan...!" penjelasan dari seorang protokoler.

"Alhamdulillah, nembe ayeuna...seumur-umur ada menak yang mau mengunjungi daerah dan membantu bapak dan masjid ini...Haturnuhun pisan..Bapak Gubernur...Semoga Gusti ALLAH memberkahi dan merahmati bapak dan keluarga..." Dengan haru terisak disaksikan banyak orang dan wartawan yang meliput dalam rombongan gubernur.

Banyak kisah yang semestinya tak tertuliskan untuk menjaga keikhlasan mereka menjalankan amanah publik yang sebetulnya tak mereka inginkan tetapi begitu banyak opini yang melulu jabatan itu hanya kepentingan elite partai dan golongan tertentu. Dan seterusnya opini berkembang bahwa "politik kotor" itu dilakukan juga oleh para pejabat bersih hati ini. Simak saja bagaimana opini bahkan kata-kata menghujat menimpa para bupati dan walikota yang sepaham pola pikir, niat dan tujuan seperti gubernur dan pejabat yang sudah diceritakan di atas. Mereka sungguh-sungguh dalam mengemban amanah semata untuk "Memperbaiki dan Merubah" tatanan hidup bernegara dan pemerintahan . Semata melayani dan mengurus negeri dengan pijakan rahmatan lil'alamin karena amanah rakyat dan tentunya yang tertinggi amanah Rabbnya.

Semoga di era otonomi daerah ada pengembangan "Belimbing" unggulan di daerah lain seperti yang sudah dilakukan di Depok oleh DR.H.Nur Mahmudi Ismail, perimbangan kesejahteraan dan infrastruktur daerah pesisir selatan Kabupaten Sukabumi oleh H.Sukmawijaya dan putera asli daerah yang membenahi dan menata wilayah Kabupaten Bekasi oleh Bang Haji Saadudin.

Indahnya bila negeri ini dikelola oleh pemimpin berkarakter, paham sebagai hamba Allah (abid), khalifah fil ardhi rahmatan lil 'alamin dan melayani rakyat dengan sungguh-sungguh tanpa membedakan suku, golongan dan hatta yang telah menghujat serta "ogah" memilihnya!